Selasa, 14 Juni 2011

Makalah ISBD Kimia

MENGHARGAI KARYA SESAMA

1.1 Pengertian Menghargai Karya Sesama
Dalam kamus besar bahasa Indonesia karya diartikan dengan kerja pekerjaan, hasil perbuatan; ciptaan terutama hasil karangan. Karya yaitu suatu perbuatan yang menghasilkan sesuatu hal yang dapat dimanfaatkan oleh umat manusia. Dalam hal karya atau berkarya dapat berupa novel, karangan, artikel, buku, dan lain-lain. Menghargai sendiri berarti menghormati; menilaikan; memandang penting (bermanfaat, berguna, dan sebagainya). Dengan demikian menghargai karya sesama adalah menghormati atau memandang penting dari sebuah karya yang diolah oleh sesama manusia. Guna kemaslahatan umat, persatuan dan kesatuan, penting artinya menghargai karya orang lain sebagai bentuk penghargaan terhadap yang memiliki karya.
Di negara kita hasil karya atau kreasi dilindungi oleh Hukum. Sebuah karya dapat dipatenkan, oleh karena itu ada istilah yang sering di kenal oleh kita yakni Hak Cipta. Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Namun, perlu diketahui bahwa hak cipta berbeda dengan hak paten, walaupun kedua hak tersebut merupakan jenis-jenis hak kekayaan intelektual. Hak paten memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi. Kemudian, apabila orang lain ingin memakainya, maka harus izin kepada yang memiliki karya yang telah dipatenkan tersebut. Karya-karya yang dilindungi oleh hukum diantaranya : buku, program computer karya tulis yang diterbitkan, pamlet dan semua hasil karya tulis , pidato dan sejenisnya, alat pembelajaran pendidikan dan ilmu pengetahuan, musik/lagu, arsitektur, drama dan sejenisnya, dan lain-lain.
Perlu di ingat bahwa sebagai muslim dan muslimah dalam hal berkarya harus sesuai dengan aturan agama islam diantaranya :
• Mendasari diri dengan niat yang tulus ikhlas karena Allah SWT guna mencapai ridhonya.
• Selalu memulai suatu karya dengan membaca bismillah.
• Melaksanakan kerja atau karya dengan penuh semangat, antusias guna mencapai hasil yang optimal
• Karya yang digeluti adalah halal
• Bersikap dan berperilaku ynag baik seperti jujur, amanah dan professional.
• Menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat.
• Sabar dan syukur.
Manusia akan sangat merasa berharga kalau karyanya juga dihargai oleh orang lain. Menghargai karya ornga lain harus dibiasakan. Satu dan lainnya harus saling menghargai dan ini adalah perilaku yang terpuji. Mencaci, memaki, menghina, mengolok-olok, mencela, merendahkan karya orang lain merupakan akhlak atau perilaku ynag buruk yang harus kita jauhi bersama. Perilaku-perilaku tersebut hanya akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik.
Kita harus menyadari bahwa untuk berkarya itu tidaklah mudah harus melalui perjuangan yang gigih, rajin, ulet dan mempunyai ketelitian dan ketekunan yang tinggi. Oleh karena itu kita harus dapat memberikan apresiasi yang tinggi atas karya yang telah diraihnya. Selain itu, maksud dari menghargai karya orang lain diantaranya :
• Menggembirakan kepada orang yang telah berkarya.
• Untuk menjalin hubungan yang harmonis.
• Orang yang mendapat penghargaan akan terangkat ke permukaan status sosialnya.
• Mendorong untuk berhaluan maju.
• Menghindarkan diri dari caci, maki dan hinaan terhadap karya orang lain.
Untuk menunjukkan manghargai karya rang lain dapat menginfestasikan dalam bentuk ungkapan, pernyataan tertulis, sikap, penghargaan dan perbuatan. Islam mengajarkan supaya saling menghargai antar sesama, saling menunjukkan sikap dan sifat yang baik.
Menghargai karya orang lain dalam bentuk ungkapan, misalnya dengan sanjungan dan statement tentang karyanya. Sanjungan dan statemennya harus sesuai dengan realita. Tidak boleh berdusta guna menjilat atau mencari muka. Hal yang demikian termasuk perilaku yang tercela. Dalam bentuk pernyataan tertulis juga dapat digunakan untuk menghargai karya orang lain, misalnya berupa piagam penghargaan, sertifikat, fandel atau sejenisnya. Sikap seseorang juga dapat digunakan dalam menghargai karya orang lain, misalnya menunjukkan muka ynag manis dan menyapa bila berjumpa dengan orang yang berkarya.
Penghargaan terhadap karya orang lain dapat juga dilakukan dengan memberikan hadiah, misalnya hadiah umrah, haji, rumah, kendaraan dan lain-lain. Menghargai karya orang lain juga dapat diwujudkan dengan perbuatan yaitu dengan memberi selamat kepada yang berkarya.
Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa dalam rangka menghargai karya orang lain dapat dilakukan dengan memberikan apresiasi kepada orang yang berkarya secara objektif tanpa pandang bulu dan tidak mencelanya seandainya karyanya kurang berkualitas.
Perilaku terpuji berupa menghargai karya orang lain harus kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga antara satu dengan yang lainnya terhindar dari saling meremehkan. Kebiasaan menghargai karya orang lain dapat dimulai dari diri sendiri, keluarga, RT, RW, sekolah, kantor-kantor, perusahaan-perusahaan, berbangsa,beragama dan bernegara. Kebiasaan yang terpuji ini harus kita galakkan dalam berbagai macam lingkungan sebagai manifestasi dari bahwa antara yang satu dengan yang lainnya ada sisi lemahnya dan ada sisi istimewanya, sehingga semuaya saling mengisi, saling bantu membantu dan saling mengasihi dan harga menghargai antar sesama.
1.2 Contoh Sikap Menghargai Karya Sesama
dalam menghargai karya sesama kita perlu memiliki salah satu sikap ini, agar dapat terbiasa dengan sifat terpuji ini. Beberapa contoh sikap menghargai karya orang lain adalah :
1) memberi komentar positif terhadap karya sesama.
2) Tidak memberi komentar negatif terhadap karya orang lain walaupun sebenarnya karyanya belum bagus.
3) Memberi masukan atau kritik membangun jika kita memandang karya tersebut perlu diperbaiki atau disempurnakan.
4) Jika memang karya tersebut bagus, akui secara jujur.
5) Tidak diam saja atau disertai dengan wajah yang kurang senang ketika melihat karya orang lain.
6) Menggunakan hasil karya tersebut dengan cara yang baik dan semestinya.
7) Tidak merusak, meniru, dan memalsukan karya orang lain tanpa izin dari pemiliknya.
8) Meneladani prestasi yang telah dicapai.
Dalam dunia pendidikan juga demikian.
1. Seorang siswa harus mampu menghargai karya temannya.
2. Seorang guru harus mampu menghargai hasil pekerjaan muridnya dengan cara memerhatikan apa yang sedang dikerjakan dan memberi masukan dan nilai terhadap pekerjaan siswanya.
Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga.
1. Seorang adik harus menghargai karya kakaknya dan bila perlu meniru dan belajar pada kakaknya.
2. Seorang kakak harus mampu menghargai karya adiknya dan jika perlu membimbingnya supaya karya yang dihasilkan adiknya lebih bagus dan sempurna.
3. Orang tua juga harus mampu memotivasi anak-anaknya supaya mereka bisa berkarya dan berprestasi. Orang tua yang acuh tak acuh terhadap apa yang dilakukan anaknya berarti tidak menghormati karya anaknya..
4. Demikian pula seorang kakak yang tidak peduli dengan apa yang dikerjakan adiknya berarti ia tidak menghormati karya adiknya.
Ingatlah sebuah pepatah “Jika karya kita ingin dihormati orang lain, hormatilahkarya orang lain. Jika kita menginginkan karya kita tidak dicela oranglain, janganlah mencela karya orang lain”.
2.3 Efek Bila Tidak Menghargai Karya Sesama
ketika seseorang tidak menghargai karya sesamanya, maka akan timbul efek negatif, yaitu :
1. Membahayakan keimanan
Tidak menghargai karya orang lain dapat membawa pada sikap iri hati, dengki, hingga suudzon pada orang lain.

2. Membahayakan akhlak
Seseorang yang terbelit oleh perasaan tamak dan tidak peduli lagi dengan hasil karya oranglain akan melakukan tindak pelanggaran dan kejahatan, seperti pembajakan hakcipta, pembunuhan karakter, dan beragam kejahatan lainnya.

3. Membahayakan masyarakat.
Beberapa orang yang tidak bermoral tertarik untuk menjiplak hasil karya tertentu, mencetaknya, dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih murah.

TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN

2.1 Pengertian Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa Latin; tolerare, yang artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya.
Secara luas, pengertian toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.
Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial-budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Tolerasi atau Toleration, juga sering dinamakan tolerant-participation. Kadang-kadang tolerasi timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanaka, yang disebabkan adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan.
Dalam masyarakat berdasarkan Pancasila terutama sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya kita harus bertaqwa kepada Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia, maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.


2.2 Perlunya Sikap Toleransi Dimiliki Setiap Manusia
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak lepas dari bantuan orang lain. Jadi sikap toleransi itu sangatlah perlu dimilki setiap manusia. Sebagai makhluk sosial yang memerlukan bantuan terlebih dahulu kita hendaknya mengembangkan dan menanamkan sikap toleransi tersebut sebelum orang lain yang bertoleransi kepada kita. Sehingga apabila kita memerlukan bantuan orang lain maka orang itu tidak akan segan-segan membantu kita karena terlebih dahulu kita sudah membina hubungan baik dengan mereka yaitu saling bertoleransi.
Sikap toleransi akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Jika dalam suatu masyarakat masing-masing individu tidak yakin bahwa sikap toleransi akan menciptakan kerukunan, maka bisa dipastikan dalam masyarakat tersebut tidak akan tercipta kerukunan karena tidak adanya sikap toleransi untuk menyatukan berbagai lapisan masyarakat tersebut.
Sikap toleransi dapat diartikan pula sebagai sikap saling menghargai, jika kita sudah saling menghargai otomatis akan tercipta kehidupan yang sejahtera. Jadi, sikap toleransi ini sangat penting dimiliki oleh setiap orang karena sangat mustahil suatu negara dapat bersatu apabila tidak adanya sikap toleransi. Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Indonesia ini terdiri dari masyarakat yang majemuk, dan ini sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Untuk dapat menyatukan masyarakat yang majemuk tersebut maka diperlukan sikap toleransi, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan.

2.3 Macam-macam Sikap Toleransi
Ada 3 macam sikap toleransi yang ada di masyarakat, yaitu
1. Negatif
Macam toleransi yang negatif ini merupakan isi ajaran dan penganutnya yang tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa. Jadi, ajaran dan para penganutnya ini diperbolehkan untuk menganut ajaran tersebut tetapi tidak diakui secara resmi.
Contohnya PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.
2. Positif
Macam toleransi yang negatif ini merupakan isi ajaran yang ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai. Maksudnya adalah tidak diperbolehkannya seseorang menganut agama lain selain agama yang sudah menjadi kepercayaannnya sebelum orang tersebut keluar dari agama yang menjadi kepercayaannya sekarang dan memeluk agama lain. Jadi, kita hanya diperbolehkan untuk mengakui adanya agama lain selain agama Islam tetapi kita tidak boleh mengikuti ajaran agama lain itu.
Contohnya seseorang yang beragama Islam maka wajib hukumnya untuk menolak agama lain sebagai kepercayaannya, tetapi penganut agama lain tersebut dihargai dan diakui secara resmi.
3. Ekumenis
Macam toleransi ini merupakan isi ajaran serta penganutnya yang dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.
Contohnya seseorang yang beragama Islam, maka ia dan agmanya dihargai dan diakui karena dengan agamanya tersebut ia dapat menjalani kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.

Toleransi sejati didasarakan pada sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani dan keyakinan serta keikhlasan sesama apapun agama, suku, golongan, ideologi, atau pandangannya. Seseorang yang toleran berani mengadakan wawancara atau berdialog dengan sikap terbuka untuk mencari pengalaman sendiri dengan tidak mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakini dan pendapat atau pandangan orang lain.


2.4 Cara Menumbuhkan Sikap Toleransi Dalam Diri Seseorang
Rasa toleransi perlu ditanamkan pada anak-anak sedini mungkin. Lebih cepat diajarakan bertoleransi lebih baik bagi perkembangan jiwa anak-anak. Saat anak mulai bergaul dengan teman-temannya, dia akan mulai merasakan perbedaan. Jika tidak diajarkan bertoleransi, nantinya dia bisa berkonflik dengan teman-temannya karena perbedaan.
Anak dapat dikenalkan konsep toleransi sejak dini, yaitu pada sekitar usia empat tahun. Sejak usia satu tahun, alam bawah sadar anak dapat menyerap contoh yang dilakukan oleh orang tua dan orang-orang di sekelilingnya.
Namun, pada usia dua tahun, sebagian besar anak cenderung memiliki sifat egosentris. Di sinilah peran penting orang tua dalam menanamkan sikap toleransi kepada anknya, terutama menstimulasi anak agar dia siap menerima keberadaan orang lain. Secara bersamaan, juga menanamkan karakter toleran terhadap orang lain yang berbeda dari dirinya. Anak-anak biasanya belajar dari apa yang dilihat dan didengar dari orang tua dan orang-orang sekitarnya. Perilaku orang tua yang menghargai sesama akan dicontoh anaknya, karena orang tua yang sering memperlihatkan sikap toleransinya setiap hari akan memberikan pengaruh yang besar terhadap anak sehingga anak akan lebih menghargai tentang perbedaan juga.
Berbicara bersama mengenai toleransi dan memberi contoh perilaku akan membantu anak menghargai arti dari perbedaan. Serta memberi kesempatan kepada anak untuk bermain dan bekerja sama dengan teman-temannya yang lain.
Psikolog anak, Gordon Allport dalam buku klasiknya mengatakan bahwa anak-anak yang diamatinya lebih cenderung tumbuh toleran, jika mereka tinggal di rumah yang mendukung dan penuh kasih. “Mereka merasa disambut, diterima, dicintai, tidak peduli apa yang mereka lakukan.” Pandangan yang berbeda tentang segala hal akan diterima, ganjaran yang didapat tidak keras atau berubah-ubah, dan anak-anak ini umumnya memikirkan orang-orang dari segi positif dan membawa rasa itikad baik dan bahkan kasih sayang.
Toleransi harus diajarkan secara bijak. Ada empat cara bagaimana mengajarkan toleransi pada buah hati, yaitu
1. Perkenalkan keragaman.
Dimulai dengan memberikan pengertian bahwa ada beragam suku, agama, dan budaya. Ini dimaksudkan agar anak tersebut sedini mungkin nantinya bisa memupuk jiwa toleransi buah hati supaya lebih memandang perbedaan yang ada secara lebih bijak.
2. Perbedaan bukan untuk menimbulkan kebencian.
Hal ini diajarkan kepada buah hati bahwa perbedaan yang ada jangan disikapi dengan kebencian karena kebencian akan membuat sedih dan menyakiti hati orang lain. Serta dengan mengajak anak untuk berandai-andai jika dia dibenci karena perbedaan, tentu akan merasa sedih. Sehingga anak tersebut lebih merasa empati dan bertoleransi dengan apa yang dirasakan orang lain.
3. Memberi contoh
Jangan hanya memberi tahu toleransi tersebut lewat kata-kata, tetapi juga contoh nyata. Jika suatu saat kita bertemu dengan orang yang berbeda warna kulitnya, seseorang yang menggunakan simbol agama yang ekstrim jangan memandangnya dengan penuh keanehan apalagi sampai mengatakan sesuatu bernada kebencian dan ledekan. Sebab apa yang kita sebagai orang yang lebih tua dari mereka harus bisa memberikan sikap atau perilaku yang baik karena dari sanalah seseorang akan mencontoh kita.
4. Bertoleransi untuk berdamai
Kita harus memberitahukan kepada anak bahwa sikap toleransi itu sangat dibutuhkan. Jika tidak ada sikap toleransi, banyak orang yang akan bermusuhan dan saling membenci. Maka apabila anak tersebut tidak memiliki sikap toleransi, ia tidak akan nyaman saat bersekolah ataupun bermain.
Psikolog anak dari Karuna Center for Peace Building di Leverette, Massachusetts, Amerika Serikat, Paula Green PhD, mengemukakan bahwa sikap toleransi dan intoleransi dapat dipelajari. Jika orang tua takut akan perbedaan, anak-anaka akan mengikutinya. Pelajaran toleransi adalah tanggung jawab orang tua, dan hal itu perlu dilakukan secara serius.

2.5 Kaitannya Toleransi dengan Sikap Saling Menghargai
Kondisi bangsa Indonesia yang pluralistis menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah SARA, paham separatisme, tawuran ataupun kesenjangan sosial. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kerukunan antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina agar tidak terpecah belah karena masalah agama.
Toleransi antar umat beragama apabila dibina dengan baik maka akan tercipta suasana tenang, damai dan tentram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.
Melalui toleransi diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinaanya masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu akan terbina peri kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.
Contoh pelaksanaan toleransi antar umat beragama yaitu.
a. Membangun jembatan
b. Memperbaiki tempat-tempat umum
c. Membantu orang yang terkena musibah banjir
d. Membantu korban kecelakaan lalu lintas
Bentuk kerjasama ini harus diwujudkan dalam kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan dan tidak menyinggung keyakinan agama masing-masing.
Kita sebagai umat beragama berkewajiban menahan diri untuk tidak menyinggung perasaan umat beragama yang lain. Hidup rukun dan bertoleransi tidak berarti bahwa agama yang satu dan agama yang lainnya dicampur adukkan.

2.6 Kaitannya Toleransi dengan sikap kasih sayang
Sikap toleransi tidak berarti membenarkan orang lain berpendapat lain yang tidak sesuai dengan hak asasi, karena pengertian toleransi itu sendiri juga suatu sikap perbuatan yang dilandasi oleh kasih sayang sesama manusia.
Contohnya ketika orangtua kita melarang kita keluar malam untuk bermain atau karena tidak mau membantu orangtua. Hal itu dilakukan karena begitu sayangnya orangtua kepada kita.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, sudah pasti memerlukan orang lain.
Contohnya sebagian rezeki kita, datang lewat rezeki orang lain. Sebagian dari keberlangsungan kehidupan kita, bergantung pada keberadaan orang lain. Sebagian dari kesuksesan kita, bertumpu kepada kesuksesan orang lain. Sungguh mustahil orang bisa hidup sendiri tanpa orang lain.
Dalam kaitan dengan baik buruknya perilaku kita, ketergantungan itu juga ada. Setidaknya, kita perlu bantuan orang lain untuk menjadi baik, minimal sebagai mitra, sahabat, atau saudara yang mengingatkan di kala kita lalai, yang menuntun kita saat kita tersesat, yang membimbing kita ketika kita kebingungan.

2.7 Kaitannnya Toleransi dengan kerukunan di antara umat beragama, suku, budaya, dan golongan
Norma agama mengajarkan kepada manusia untuk berbuat kebajikan kepada sesama manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat sama serta mamiliki akal dan budi yang mulia. Dengan akal dan budinya, manusia wajib menjalin hubungan baik dengan lingkungan hidupnya, dengan sikap saling menghormati dan saling mengasihi. Sikap manusia dikaruniai hak-hak asasi yang harus dihormati oleh orang lain.
Manusia yang percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan selalu berbuat baik dan bersikap toleran terhadap manusia lain.
Dari uraian di atas marilah kita menyadari bahwa:
a. Hidup saling mengingatkan dalam usaha mencapai tata pergaulan yang baik merupakan sikap dan perbuatan yang terpuji
b. Tanpa hidup saling mengasihi dan menghormati antara sesama warga masyarakat, kehidupan masyarakat akan menjadi buruk dan rusak
c. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan agar manusia hidup saling menghormati dan saling mengasihi walaupun manusia itu tidak seagama dan sekepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuku, seadat dan sebagainya. Ajaran agama menuntun ke arah perbuatan yang baik saling menghormati bagi sesama manusia di dunia tanpa kecuali.

2.8 Pengalaman Toleransi Dalam Kehidupan
a. Dalam Kehidupan Keluarga
Toleransi dalam kehidupan di keluarga antara lain berupa:
1) Menghormati hak masing-masing sebagai anggota keluarga.
2) Hormat dan patuh pada peraturan tata tertib di rumah.

b. Dalam Kehidupan Sekolah
Dalam kehidupan sekolah dibutuhkan adanya toleransi baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, kepala sekolah dengan murid, guru dengan murid, maupun murid dengan murid. Toleransi tersebut dibutuhkan untuk terciptanya proses pembelajaran yang kondusif, sehingga tujuan dari pendidikan persekolahan dapat tercapai.
Adapun contoh-contoh toleransi dalam kehidupan sekolah antara lain:
1) Mematuhi tata tertib sekolah.
2) Saling menyayangi dan menghormati sesama pelajar.
3) Berkata dengan sopan, tidak berbicara kotor, atau menyinggung perasaan orang lain.

c. Dalam Kehidupan di Masyarakat
Toleransi dalam kehidupan di masyarakat antara lain berupa:
1) Adanya sikap saling menghormati Dan menghargai antar pemeluk agama.
2) Tidak membeda-bedakan suku,rasa atau golongan.

d. Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakikatnya merupakan kehidupan masyarakat bangsa. Di dalamnya terdapat kehidupan berbagai macam pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda. Demikian pula di dalamnya terdapat berbagai kehidupan antar suku bangsa yang berbeda. Namun demikian, perbedaad-perbedaan kehidupan tersebut tidak menjadikan bangsa ini tercerai-berai, akan tetapi justru menjadi kemajemukan kehidupan sebagai suatu bangsa dan Negara Indonesia.
Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain:
1) Merasa senasib sepenanggungan.
2) Menciptakan kesatuan dan persatuan, rasa kebangsaan, atau nasionalime.
3) Mengakui dan menghargai hak asasi manusia.


2.9 Pengamalan toleransi apabila tidak diterapkan dalam kehidupan
Akibat-akibat yang akan terjadi apabila pengamalan toleransi tidak diterapkan dalam kehidupan adalah
a. Terjadinya kesenjangan sosial.
b. Terjadi tawuran antar pelajar di kota-kota besar.
c. Terjadi perang suku atau perang adat di daerah pedalaman.
d. Terjadi disentegrasi bangsa, sehingga rasa nasionalisme menjadi berkurang.


PEMBAHASAN
2.1 Kecemasan
Setiap manusia ingin hidup dengan aman, tenteram dan damai, namun kerap kali keinginannya ini harus berbenturan dengan realitas hidup yang penuh dengan penderitaan dan tantangan permasalahan yang sukar ditanggulangi sehingga hati manusia akhirnya merasa gelisah atau cemas.
Kecemasan adalah suatu situasi real yang menandai eksistensi manusia di dunia ini. Fenomena kecemasan ini menandakan bahwa manusia sebagai makhluk historis dan dunia bukanlah tujuan akhir dari seluruh proses hidup manusia. Kecemasan adalah ekspresi rasa prihatin manusia akan kegagalan dunia dalam mendukung upaya pemenuhan keinginan dan cita-citanya.
Tragedi dunia modern tidak sedikit dapat menyebabkan kecemasan. Hal ini mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat. Rasa individualistis dan egoisme, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan seterusnya. Kecemasan dalam konteks budaya dapatlah dikatakan sebagai akibat adanya instink manusia untuk berbudaya, yaitu sebagai upaya mencari “kesempurnaan”. Atau dari segi batin manusia, gelisah sebagai akibat noda dosa pada hati manusia. Dan tidak jarang akibat dari kecemasan, membuat orang lain menjadi korbannya.
Penyebab kecemasan dapat pula dikatakan akibat keinginan mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi cemas. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka cemas, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), seiring ditimpa kecemasan. Kecemasan yang demikian sifatnya abstrak sehingga disebut kecemasan murni, yaitu merasa cemas tanpa mengetahui apa kecemasannya, seolah-olah tanpa sebab.
Ini berbeda dengan kecemasan “terapan” yang terjadi dalam peristiwa kehidupan sehari-hari, seperti kecemasan karena anaknya sampai malam belum pulang, orang tua yang sakit keras, isterinya sedang melahirkan, diasingkan oleh orang-orang sekitarnya, melakukan sesuatu perbuatan dosa yang ditentang nuraninya, dan sebagainya.
Alasan mendasar mengapa manusia cemas ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian, dan ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia. Perasaan seseorang yang sedang cemas, ialah hatinya tidak tentram, merasa khawatir, cemas, takut, jijik dan sebagainya.

2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik.
Kecemasan berasal dari kata cemas. Cemas artinya rasa yang tidak tenteram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), gelisah dan sebagainya. Kecemasan artinya perasaan gelisah, khawatir, takut. Manusia yang cemas selalu dihantui rasa khawatir atau takut.
Menurut Lazarus, kecemasan merupakan suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan.
Dalam The New Encyclopedia Britannica kecemasan atau anxiety adalah suatu perasaan takut, kekhawatiran atau kecemasan yang seringkali terjadi tanpa ada penyebab yang jelas. Kecemasan dibedakan dari rasa takut yang sebenarnya, rasa takut itu timbul karena penyebab yang jelas dan adanya fakta-fakta atau keadaan yang benar-benar membahayakan, sedangkan kecemasan timbul karena respon terhadap situasi yang kelihatannya tidak menakutkan, atau bisa juga dikatakan sebagai hasil dari rekaan, rekaan pikiran sendiri (praduga subyektif) yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan.
Menurut Post, kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat.
Freud menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya.
Lefrancois menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois, pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran.
Johnston yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain.
Kartono juga mengungkapkan bahwa kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik.
Adapun menurut Wignyosoebroto ada perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan. Pada ketakutan, apa yang menjadi sumber penyebabnya selalu dapat ditunjuk secara nyata, sedangkan pada kecemasan sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk dengan tegas, jelas dan tepat.
Menurut Kusuma W, kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal.

2.1.2 Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku. Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

a. Teori Psikodinamik
Freud mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi.
Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama.
Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua.
Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya.

b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.

d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.

e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder.




2.1.3 Gejala Kecemasan

Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :

a. Fase 1
Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan. Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar.

b. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motivasi diri.
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua. Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu.
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian.
2.1.4 Cara-cara Kecemasan
Sue membagi kecemasan dalam empat cara, yaitu :
1) Cara kognif yaitu dapat berubah dari rasa khawatir hingga panik, preokupasi pada bahaya yang tidak mengenakkan untuk diketahui, ketidakmampuan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, dan sulit tidur.
2) Cara motorik yaitu sering menunjukkan gerakan-gerakan tidak beratur, gemetar, individu sering menunjukkan beberapa perilaku seperti gelisah, melangkah mondar-mandir, menggigit-gigiti bibir dan kuku, dan gugup.
3) Cara otomatis yaitu perubahan pada sistem saraf otonom dan sering direfleksikan dalam bentuk sesak nafas, mulut kering, tangan dan kaki jadi dingin, sering buang air kecil, jantung berdebar-debar, tekanan darah meningkat, keringat berlebihan, ketegangan otot dan gangguan pencernaan.
4) Cara afektif yaitu seperti merasa tidak enak dan khawatir mengenai bahaya yang akan datang.

2.1.5 Tipe-tipe Kecemasan
Maramis membagi kecemasan menjadi 3 bagian :
1) Kecemasan yang mengambang (free floating anxiety), kecemasan yang menyerap dan tidak ada hubungannya dengan suatu pemikiran.
2) Agitasi, kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat.
3) Panik, serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan dan kebingungan serta hiperaktifitas yang tidak terkontrol.
Freud membagi kecemasan menurut sumbernya, menjadi:
1) Kecemasan neurotis yang timbul karena Id (rangsangan insting yang menuntut pemuasan segera) muncul sebagai suatu rangsangan yang mendorong ego untuk melakukan hel-hal yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Ciri kecemasan neurotik yang dapat dilihat dengan jelas adalah ketakutan yang tegang dan tidak rasional phobia).
Menurut Sigmund Freud kecemasan ini dibagi dalam tiga macam, yaitu :
a) Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan. Kecemasan timbul karena orang itu takut akan bayangan sendiri, atau takut akan idenya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego.
b) Rasa takut irrasional atau fobia, rasa takut ini sudah menular, sehingga kadang-kadang tanpa alasan dan hanya karena pandangannya saja, yang kemudian dilanjutkan dengan khayalan yang kuat dapat menimbulkan rasa takut.
c) Rasa takut lain adalah rasa gugup, gagap, dan sebagainya.
2) Kecemasan moral, individu yang superego berkembang baik cenderung untuk merasa berdosa apabila ia melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas karena dimasa yang lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral dan mungkin akan mendapatkan hukuman lagi.
3) Kecemasan realistis, kecemasan yang timbul karena adanya ancaman dari dunia luar. Kecemasan ini sering kali di interpretasikan sebagai rasa takut. Kecemasan realistis ini adalah kecemasan yang paling pokok sedangkan dua kecemasan yang lain (neurotik dan moral) berasal dari kecemasan ini.



2.1.6 Tingkat Kecemasan
Menurut Bucklew, para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu :
1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.
2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Ada empat tingkat kecemasan yang umum, yaitu ringan, sedang, berat dan panik :
1) Kecemasan ringan : Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2) Kecemasan sedang : Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
3) Kecemasan berat : Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4) Panik : Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

2.1.7 Penyebab Kecemasan
Hal-hal yang kerap menyebabkan kecemasan antara lain adalah :
1) Masa lalu
2) Dosa-dosa yang telah diperbuat
3) Kegagalan-kegagalan yang telah menimpa
4) Peluang-peluang emas yang terlepas dari genggaman
5) Masa depan
6) Kondisi kesehatan
7) Kondisi ekonomi
8) Takut kehilangan hak-haknya
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Kecemasan itu mempunyai segi yang didasari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi diluar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu. Rasa cemas itu terdapat dalam semua gangguan dan penyakit jiwa, dan ada bermacam-macam pula.
Pertama : Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya jelas terlihat dalam pikiran, misalnya ketika ingin menyebrang jalan terlihat mobil berlari kencang seakan-akan hendak menabraknya. Atau seorang mahasiswa yang sepanjang tahun bermain-main saja, merasa cemas (gelisah) apabila ujian datang.
Kedua : Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Yang paling sederhana ialah cemas yang umum, dimana orang merasa cemas (takut) yang kurang jelas, tidak tertentu dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. Ada pula cemas dalam bentuk takut akan benda-benda atau hal-hal tertentu, misalnya takut melihat darah, serangga, binatang-binatang kecil, tempat yang tinggi, tidak seimbang dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh benda-benda tersebut atau tidak berbahaya sama sekali. Selanjutnya, ada pula cemas dalam bentuk ancaman, yaitu kecemasan yang menyertai gejala-gejala gangguan dan penyakit jwa. Orang merasa cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga ia merasa terancam oleh sesuatu itu.
Ketiga : Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Cemas ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan jiwa, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum. Gejala-gejala cemas ada yang bersifat fisik dan ada pula yang bersifat mental. Gejala fisik yaitu : ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, nafas sesak dan sebagainya. Gejala mental antara lain sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya/rendah diri, hilang kepercayaan pada diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup dan sebagainya.
Bermacam-macam pendapat tentang sebab-sebab yang menimbulkan cemas itu. Ada yang mengatakan akibat tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, karena merasa diri (fisik) kurang dan karena pengaruh pendidikan waktu kecil, atau sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya yang diinginkan baik material maupun sosial. Mungkin pula akibat dipelajari atau ditiru, atau dari rasa tidak berdaya, tidak ada rasa kekeluargaan dan sebagainya. Dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa cemas itu timbul karena orang tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
2.1.8 Dampak Kecemasan
Jika kecemasan berada pada batas kewajaran, dalam arti merupakan suatu keprihatinan terhadap sejumlah masalah, maka hal tersebut tidak apa-apa, malah dapat bermanfaat sekali bagi hidup seseorang.
Misal : seseorang mencemaskan tentang masa depan anaknya, maka hal tersebut mendorong seseorang untuk membuat perencanaan mulai sekarang atas dasar pengamatan, penilaian, dan perhitungan.
Meskipun demikian, kalau kecemasan ini melewati batas kewajarannya, misalnya masalah-masalah yang menimpa seseorang tersebut terus-menerus menjadikan seseorang cemas, maka kecemasan itu akan mengganggu hidupnya.
Seseorang yang tadinya hidup dengan tenang, menjadi tegang, panik, sulit tidur tanpa pil tidur, dan lain sebagainya. Lama-kelamaan kecemasan ini dapat menjadi suatu kebiasaan, seseorang akan kelihatan sebagai orang yang selalu dalam keadaan cemas. Kalau sudah sampai pada tahap ini, kecemasan benar-benar dapat menghancurkan kebahagiaan hidup dan merusak kesehatan fisik maupun mental. Bahkan dapat membuat seseorang merasa tidak berdaya atau bahkan ingin bunuh diri karena putus asa.
Ketika kecemasan sudah berada diluar batas kewajaran, seseorang harus mengambil tindakan untuk mengatasinya, agar kecemasan itu tidak terus-menerus mengganggu hidupnya.
2.1.9 Solusi Mengatasi Kecemasan
Bermacam-macam cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi perasaan tertekan, pertentangan batin dan kecemasan itu. Perasaan-perasaan seperti itu sangat mengurangi rasa bahagia sehingga kadang-kadang orang terdorong melakukan sesuatu untuk menghilangkan perasaan yang tidak enak itu.
Adapun beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengatasi kecemasan adalah :
1) Bersikap tenang
2) Mengetahui apa yang seseorang cemaskan
3) Mengamati apa yang sedang dicemaskan
4) Mencari apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan-kecemasan
5) Melakukannya dalam bentuk nyata
6) Meminta dukungan dari orang-orang terdekat
7) Yakin akan usaha yang telah dilakukan
8) Menyadari sepenuhnya bahwa kecemasan berlebihan tidak akan menyelesaikan masalah yang ada
9) Memasrahkan diri kepada Tuhan

2.2 Penderitaan
2.2.1 Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita, derita berasal dari bahasa sansekerta, dhra yang berarti menahan atau menanggung. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia derita artinya menanggung (merasakan) sesuatu yang tidak menyenangkan. Dengan demikian merupakan lawan kata dari kesenangan ataupun kegembiraan.
2.2.2 Macam-macam Penderitaan
Macam-macam penderitaan dapat dikelompokkan dalam empat kelompok besar, yaitu :
1) Penderitaan fisik
2) Penderitaan finansial
3) Penderitaan mental
4) Penderitaan spiritual

2.2.3 Penyebab Penderitaan
Apabila dikelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan dapat diperinci sebagai berikut :
1) Penderitaan yang timbul karena perbuatan manusia
Penderitaan yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam hubungan sesama manusia dengan alam sekitarnya. Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk. Nasib buruk ini dapat memperbaiki nasibnya.
Perbedaan nasib buruk dan takdir, kalau takdir Tuhan yang menentukan sedangkan nasib buruk itu manusia penyebabnya.

2) Karena perbuatan buruk antara sesama manusia maka manusia lain menderita misalnya :
1. Pembantu rumah tangga yang diperkosa, disekap, disiksa oleh majikannya.
2. Perbuatan buruk orang tua yang menganiaya anak kandungnya.
3. Perbuatan buruk pejabat pada zaman Orde Lama.

3) Perbuatan buruk manusia terhadap lingkungannya juga menyebabkan penderitaan manusia, Tetapi manusia tidak menyadari hal ini, Mungkin kesadaran itu timbul setelah musibah yang membuat manusia menderita misalnya :
1. Musibah banjir dan tanah longsor di Lampung selatan.
2. Perbuatan lalai pekerja yang mungkin kurang teliti dan perhatian terhadap tanki-tanki penyimpanan gas-gas beracun dari perusahaan "Union Carbide" di India, sehingga menyebabkan kerugian bagi orang lain.

4) Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan
Penderitaan manusia dapat juga terjadi akibat atau siksaan/azab Tuhan. Namun kesabaran, tawakal, dan optimisme dapat merupakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan itu. Banyak contoh kasus penderitaan semacam ini dialami manusia. Beberapa kasus penderita dapat diungkapkan berikut ini:
1. Seorang anak lelaki buta sejak dilahirkan.
2. Nabi Ayub mengalami siksaan Tuhan bertahun-tahun ia menderita penyakit kulit.

2.2.4 Dampak Penderitaan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin bunuh diri, Sikap ini diungkapkan dalam peribahasa "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna" ,"nasi sudah menjadi bubur". Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, misalnya anti kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup.
Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti, misalnya anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa, anti ibu tiri, ia berjuang menentang kekerasan dan lain-lainnya



2.2.5 Solusi Mengatasi Penderitaan
Setiap manusia pasti mengalami penderitaan, baik berat ataupun ringan. Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kodrati. Karena itu terserah kapada manusia itu sendiri untuk berusaha mengurangi penderitaan itu semaksimal mungkin, bahkan menghindari atau menghilangkan sama sekali. Manusia adalah mahluk berbudaya dengan budayanya itu ia berusaha mengatasi penderitaan yang mengancam atau dialaminya. Hal ini membuat manusia itu kreatif, baik bagi penderita sendiri maupun bagi orang lain yang melihat atau mengamati penderitaan.
Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekwensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis, yang menganggap hidup sebagai rangkaian penderitaan. Manusia harus optimis ia harus berusaha mengatasi kesulitan hidup.
Pembebasan dari penderitaan pada hakekatnya meneruskan kelangsungan hidup. Caranya ialah berjuang menghadapi tantangan hidup dalam alam lingkungan, masyarakat sekitar, dengan waspada, dan disertai doa kepada Tuhan supaya terhindar dari bahaya dan malapetaka. Manusia hanya merencanakan dan Tuhan yang menentukan. Kelalaian manusia merupakan sumber malapetaka yang menimbulkan penderitaaan. Penderitaan yang terjadi selain dialami sendiri oleh yang bersangkutan, mungkin juga dialami oleh orang lain. Bahkan mungkin terjadi akibat perbuatan atau kelalaian seseorang, orang lain atau masyarakat menderita
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi penderitaan:
1) Jalani hidup dengan optimis, dengan cara ini penderitaan dalam hidup kita akan segera berlalu karena adanya suatu motivasi dalam diri untuk mengakhiri segala penderitaan yang telah terjadi dalam hidup ini.
2) Memulai sesuatu hal dengan hal yang baik, dengan cara ini penderitaan bisa kita hindari karena dengan berbuat baik nasib kita bisa berubah sesuai dengan perbuatan yang telah kita lakukan.
3) Kita harus tetap bersiaga dan selalu berdoa.
4) Memulainya dari kesadaran dalam diri masing-masing individu untuk berhenti melakukan tindakan-tindakan yang mampu memacu terjadinya suatu bencana yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Cita-cita
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, dan tujuan yang selalu ada dalam pikiran, keinginan, harapan maupun tujuan tersebut merupakan orientasi yang ingin diperoleh seseorang pada masa mendatang.
Cita-cita (Al Himmah) berasal dari kata Ha-ma-ma yang artinya keinginan untuk melakukan pekerjaan.
Cita-cita adalah perasaan hati atau suatu keinginan di dalam hati, seringkali diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat dan harapan. Cita-cita penting bagi manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikaan seseorang.
Cita-cita adalah suatu impian dan harapan seseorang akan masa depannya dan merupakan pandangan hidup yang akan datang. Cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkaraan lain cita-cita merupakan keinginan, harapan dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya. Akan tetapi bagi sebagian orang ada juga yang berpendapat bahwa cita-cita hanyalah mimpi belaka. Bagi orang yang menganggapnya sebagai tujuan hidup maka cita-cita adalah sebuah impian yang dapat membakar semangat untuk terus melangkah maju dengan langkah yang jelas dan mantap dalam kehidupan ini sehingga ia menjadi sebuah akselerator pengembangan diri namun bagi yang menganggap cita-cita sebagai mimpi maka ia adalah sebuah impian belaka tanpa api yang dapat membakar motivasi untuk melangkah maju.
Manusia tanpa cita-cita ibarat air mengalir dari pegunungan menuju daratan rendah, mengikuti kemana saja alur sungai membawanya. Manusia tanpa cita-cita bagaikan seseorang yang sedang tersesat yang berjalan tanpa tujuan yang jelas sehingga ia bahkan dapat lebih jauh tersesat lagi. Jadi cita-cita adalah sebuah rancangan bangunan kehidupan seseorang, bangunan yang tersusun dari batu bata keterampilan, semen ilmu dan pasir potensi diri.
Dengan melihat dari beberapa ungkapan seperti di atas, cita-cita adalah sesuatu yang ingin diraih dalam hidup atau sesudah hidup, katakanlah sesuatu yang ingin diwujudkan seseorang. Perkataan cita-cita sendiri kadang disejajarkan dengan ungkapan kata keinginan, kemauan, kehendak, harapan, visi, impian, tujuan, lamunan, dan ungkapan-ungkapan sejenisnya. Seperti kata Martin dan Bhaskarra bahwa cita-cita adalah harapan dalam hati, angan-angan atau kehendak.
Angan-angan adalah proses berpikir yang dipengaruhi oleh harapan-harapan terhadap kenyataan yang logis, berangkat dari rasa ketidakpuasan dengan kondisi diri saat ini disertai keinginan untuk memperoleh sesuatu yang lebih. Bagi sebagian orang, berangan-angan bisa menjadi salah satu cara seseorang menghibur diri tatkala menyaksikan jauhnya asa untuk meraih apa yang dicita-citakan, atau harapan yang sulit untuk diwujudkan namun tak mustahil suatu saat nanti akan diraih. Selaiin itu, angan-angan juga bisa menjadi sarana pengobar semangat untuk terus beramal dan mengejar mimpi.
Contoh cita-cita yang berarti mimpi maupun angan-angan terjadi pada anak yang masih bersekolah di TK atau SD. Bila anak itu ditanya orang tua tentang cita-citanya, maka anak akan menjawab, “Ingin jadi polisi!” atau “Ingin jadi ABRI”. Hal ini disebabkan polisi, ABRI selalu tampak gagah dan tegap di matanya.
Contoh cita-cita yang berarti harapan, misalnya Adi tentamen dan mendapat nilai C, bukan main kecewanya. Ia mengharapkan nilai A, sebab persiapan yang dilaksanakannya cukup lama dan ia merasa telah menguasai benar materi yang diujikan. Keluhannya “Keadaan ini tidak sesuai dengan cita-cita saya”.
Contoh cita-cita berarti keinginan, Budi ingin sekali melanjutkan sekolah ke ITB. Ia mendaftar dan kemudian mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Ternyata Budi tidak lulus sehingga ia tidak dapat melanjutkan studinya ke ITb. Ia kecewa karena gagal melanjutkan studi ke ITB.
Contoh cita-cita yang berarti tujuan, Nana bertujuan setamat SMA akan melanjutkan sekolah di Jakarta, mengikuti pamannya. Ternyata setelah tamat SMA, pamannya dipindah ke luar Jawa. Hal ini menyebabkan Nana tidak jadi melanjutkan sekolah di Jakarta. Cita-cita Nana melanjutakan sekolah di Jakarta gagal.
Cita-cita, keinginan, harapan, banyak juga menimbulkan daya kreativitas para seniman. Banyak hasil seni seperti: drama, novel, film, musik, tari, filsafat yang lahir dari kandungan cita-cita keinginan harapan dan tujuan.

2.2 Definisi Harapan
Harapan berasal dari kata harap, artinya keinginan supaya sesuatu dapat terjadi. Sedangkan harapan itu sendiri mempunyai makna sesuatu yang terkandung dalam hati setiap orang yang datangnya merupakan karunia Tuhan, yang sifatnya terpatri dan sukar dilukiskan.
Dengan demikian harapan menyangkut masa depan. Apabila dibandingkan dengan cita-cita yang telah dikemukakan sebelumnya, maka harapan mengandung pengertian tak terlalu muluk, berbeda dengan cita-cita terdapat persamaan. Pertama, keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, dan kedua, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan, orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.
Harapan (expectation) yang merupakan keinginan yang hendak dicapai pada masa mendatang, tidak dapat terlepas dari masa sekarang dan masa lampau seseorang. Masa lampau memberikan pengalaman, masa sekarang memberikan pemikiran, dan masa depan merupakan harapan. Ketiga masa itu merupakan semacam garis lurus yang meningkat (progresif linier). Untuk jelasnya, perhatikan gambar berikut.

Garis yang menghubungkan masa lampau dengan masa sekarang dan masa depan merupakan garis yang menanjak, dengan pengertian bahwa keinginan manusia selalu meningkat. Manusia ingin memperoleh yang lebih baik daripada yang telah dicapai masa sekarang, apalagi dibandingkan dengan masa lalu. Keinginan manusia sebagai kelompok sosial yang terus meningkat akan berpengaruh pada wujud kebudayaan yang pada umumnya juga meningkat. Jadi, manusia selalu menginginkan perubahan, agar dapat memperoleh masa depannya dengan lebih bahagia!

2.3 Dasar Adanya Cita-cita
Agar seseorang mempunyai cita-cita dan dapat atau tidaknya seseorang mencapai apa yang dicita-citakannya, hal itu tergantung pada tiga faktor. Pertama, manusianya, yaitu yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapai selama mencapai apa yang dicita-citakannya; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai. Berikut uraian masing-masing unsur atau faktor.
a. Faktor Manusia
Untuk mencapai cita-cita, faktor yang paling menentukan adalah manusianya sendiri, terutama kualitasnya, karena manusia tanpa dilengkapi kemampuan tidak akan pernah dapat mencapai cita-citanya, dengan kata lain, manusia seperti ini hanya berkhayal saja. Keadaan seperti ini, jika diperhatikan, banyak menimpa sebagian anak-anak muda. Mereka mengalami kesulitan dalam mencapai apa yang dicita-citakan karena kurang atau tidak mengukur dengan kemampuannya yang ada. Tidaklah mengherankan jika sering menimbulkan apa yang disebut frustrasi. Sebagian anak muda yang lain, karena memiliki kemauan keras dan kemampuan untuk mencapai apa yang dicita-citakan, biasanya berhasil, karena cita-citanya itu dijadikan sebagai motivasi atau dorongan untuk mencapainya. Kesadaran bahwa cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan sesuatu perjuangan hidup (struggle for life) sangat diperlukan. Apabila berhasil akan menjadikan dirinya puas.
Selain kedua jenis manusia di atas, ada lagi satu jenis manusia yang hanya pasrah menerima hidup ini seperti apa adanya. Menurutnya semuanya yang telah datang dan akan terjadi dalam hidupnya sudah diatur oleh Yang Mahakuasa sehingga tidak perlu berbuat apa-apa lagi. Manusia seperti ini dapat dikatakan sebagai manusia yang tidak mempunyai cita-cita dan akan tertinggal oleh arus masyarakat yang terus berkembang untuk maju dan makin meningkat.
b. Faktor Kondisi
Pada umumnya, ada dua kondisi yang dapat mempengaruhi tercapainya cita-cita, yaitu yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menghambat merupakan kondisi yang merintangi tercapainya suatu cita-cita. Berikut gambaran dari kedua faktor tersebut.
A dan B adalah dua anak yang pandai dalam satu kelas, keduanya bercita-cita menjadi sarjana. A adalah anak yang cukup kaya, sehingga dalam mencapai cita-citanya tidak mengalami hambatan, bahkan dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi orang tuanya merupakan faktor yang menguntungkan atau memudahkan si A mencapai cita-cita. Sebaliknya dengan B, yang orang tuanya tergolong ekonomi lemah menyebabkan ia kurang mampu mencapai cita-citanya. Ekonomi orang tua B yang lemah merupakan hambatan bagi B dalam mencapai cita-citanya. Akhirnya A lebih dahulu lulus dari B.
c. Faktor Tingginya Cita-cita
Tingginya cita-cita merupakan salah satu hal yang harus dipegang oleh seorang manusia yang ingin mencapai cita-citanya. Bung Karno pernah menganjurkan agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Namun, seseorang tidak menelan kata-kata itu begitu saja, banyak hal yang harus dipertanyakan sebelum menentukan bagaimana tingginya cita-cita yang ingin dicapainya. Bagaimanakah faktor manusianya? Mampukah yang bersangkutan mencapainya? Bagaimanakah faktor kondisinya, mungkinkah hal itu? Apakah dapat merupakan pendorong ataukah penghalang?
Sementara itu, ada lagi anjuran agar seseorang menempatkan cita-citanya yang sepadan atau sesuai dengan kemampuannya. Pepatah mengatakan “Bayang-bayang setinggi badan”, artinya untuk mencapai cita-cita, seseorang hendaknya menyesuaikan dengan kemampuan dirinya. Anjuran yang terakhir ini menyebabkan seseorang secara bertahap mencapai apa yang diidamkan. Pada mulanya, dilakukan dengan penuh perhitungan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki saat itu serta kondisi yang dilaluinya. Berikut diberikan suatu penggambaran.
Pada mulanya, C adalah seorang pedagang kecil, pedagang kaki lima. Ia menyadari bahwa dengan modalnya yang kecil maka ia harus bersusah payah untuk memperoleh keuntungan yang berarti. Karena itu, dengan hematnya disisihkan uang keuntungannya untuk memperbesar modalnya. Hal itu berhasil diperolehnya, sehingga dengan modal yang lebih besar, ia dapat menjadi pedagang menengah. Dengan ketekunannya, dilanjutkan kegiatannya dalam dagang; dan dengan kejujuran serta kesungguhannya, dapatlah ia memperbesar usahanya selalui kredit yang dipercayakan bank kepadanya. Dengan pengalaman sebagai bekal, kesungguhan, serta kepercayaan yang dapat diberikan kepada relasinya, C berhasil menjadi pedagang besar. Keadaannya berangsur dari pedagang kecil ke pedagang menengah dan akhirnya menjadi pedagang besar.
Suatu cita-cita tidak hanya dimiliki oleh individu saja, masyarakat dan bangsa memiliki cita-cita juga. Cita-cita masyarakat suatu kampung, misalnya, antara lain berupa keinginan untuk memperoleh suatu sekolah menengah agar anak-anak kampung tidak perlu bersusah payah mencari sekolah ke kota yang jaraknya cukup jauh. Tentunya, dengan kegiatan gotong-royong yang dilandasi kesadaran warganya, cita-cita itu dapat terlaksana. Selain itu juga, suatu masyarakat mencita-citakan adanya rumah ibadah di kampungnya ataupun bangunan lain yang diperlukan.
Cita-cita suatu bangsa merupakan keinginan atau tujuan suatu bangsa. Misalnya, bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang merupakan sarana untuk menjadi suatu bangsa yang masyarakatnya memiliki keadilan dan kemakmuran. Sedangkan bangsa Jerman di bwah pimpinan Adolf Hitler pernah bercita-cita agar bangsa Jerman dapat menjadi penguasa dunia (Deutschland uber alles).

2.4 Dasar Adanya Harapan
Setiap orang punya pengharapan sesuai dengan tujuan serta cita-citanya masing-masing. Seorang pemuda yang bercita-cita menjadi aktor terkenal, tentu berharap agar suatu waktu cita-cita tersebut terwujud. Orang tua mengharapkan agar anak-anaknya menjadi orang yang baik dan berguna bagi masyarakat. Pada umumnya orang mengharapkan sesuatu yang baik.
Di lubuk hatinya yang terdalam setiap manusia mengharapkan sesuatu yang baik. Karena, pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang menghendaki kebaikan dan mau berbuat baik. Tetapi tercapai atau tidaknya pengharapan sangat tergantung dari usaha dan kerja keras. Hanya orang yang mau bekerja keras yang bakal memperoleh hasil seperti yang diharapkannya. Usaha dan kerja keras itu butuh waktu, bahkan butuh pengorbanan-pengorbanan tertentu. Di dalam usaha dan kerja keras ini kita senantiasa membutuhkan peranan dan keterlibatan orang lain. Tidak ada orang yang bisa berusaha dan bekerja sendirian. Usaha dan kerja adalah suatu kegiatan sosial. Kerja selalu berarti ketika kita sbekerja bersama orang lain.
Tetapi tidak hanya itu, usaha dan kerja keras harus dibarengi dengan doa. Doa mengandaikan adanya kepercayaan kepada Tuhan. Usaha dan kerja kita hanya mungkin berhasil kalau diberkahi oleh Tuhan.
Berdasarkan uraian di atas tampak dua hal pokok yang menjadi dasar bagi manusia untuk berpengharapan. Pertama, manusia tidak hidup sendirian. Dia hidup bersama orang lain. Dia bekerja bersama orang lain untuk membangun hari esok yang lebih baik. Dia percaya bahwa selama masih ada orang lain, hidupnya tidak akan sia-sia. Adanya kerja sama dengan sesamanya membuat dia yakin bahwa tujuannya akan tercapai. Untung dan malang dipikul bersama-sama. Segala penderitaan dihadapi bersama.
Kedua, selain hidup bersama orang lain dalam apa yang disebut masyarakat, manusia pun hidup dalam naungan Tuhan. Manusia tidak hanya percaya akan adanya Tuhan. Dia juga percaya bahwa Tuhanlah penolongnya. Tuhan ada sejak awal hingga akhir, dan Tuhan membimbing serta menolong setiap orang yang mempercayakan hidupnya kepada-Nya. Pengharapan menemukan maknanya justru pada kehadiran Tuhan yang senantiasa memperhatikan kebutuhan hidup manusia. Tuhan lebih tahu apa yang dibutuhkan manusia daripada manusia itu sendiri. Dan ia selalu berbuat yang terbaik bagi manusia.
Selain itu, dorongan akan kebutuhan hidup juga menjadi dasar adanya pengharapan. Sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan hidup, yang pada garis besarnya dapat dibedakan atas:
1. kebutuhan jasmaniah, misalnya: sandang, pangan dan papan.
2. kebutuhan rohaniah, misalnya: kebahagiaan, kepuasan, keberhasilan, hiburan dan sebagainya.
Untuk memenuhi kebutuhan itu manusia harus bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik (jasmaniah) maupun kemampuan berpikirnya. Dengan adanya dorongan kebutuhan hidup itu manusia memiliki harapan, karena pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu, Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi lima macam. Lima macam kebutuhan itu merupakan lima harapan manusia, yaitu:
1. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival).
2. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety).
3. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love).
4. Harapan memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan.
5. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self actualization).

2.5 Harapan Sebuah Fenomena Nasional
Harapan, dalam satu dan lain hal, bisa disebut sebagai fenomena yang universal sifatnya. Artinya, harapan adalah sesuatu yang wajar berkembang dalam diri manusia di mana pun juga. Ini berarti setiap manusia, tidak peduli latar belakangnya, mempunyai keinginan untuk terpenuhinya segala harapan yang ada pada dirinya.
Demikian universalnya fenomena semacam itu, tidak saja menantang para seniman untuk menuangkannya dalam berbagai karyanya, tetapi lebih dari itu kita bisa menengok fenomena tersebut dalam berbagai cerita-cerita rakyat yang sampai kini masih berkembang di masyarakat kita. Salah satu dari cerita rakyat yang barang kali bisa mewakili adalah cerita tentang Sumantri Sukasrana berikut ini:
Sumantri, putra seorang pendeta, mempunyai adik yang sangat disayanginya, yaitu Sukasrana. Keduanya berbeda jauh. Kalau Sumantri berparas bagus, Sukasrana justru sebaliknya: berparas jelek, akan tetapi berbudi luhur dan sangat sakti.
Suatu saat Sumantri ingin mengabdi kepada raja Harjunasastraprabu yang tidak lain adalah titisan Dewi Wisnu. Adiknya yang jelek, tapi disayanginya itu, ingin menyertainya, akan tetapi dengan berbagai cara bujukan ia selalu ditinggalkan. Namun dengan kesaktiannya Sukasrana selalu dapat mencari kakaknya dan selalu memberikan pertolongan di saat kakaknya mengalami kesulitan. Bahkan pada waktu raja meminta Sumantri memutar taman Sriwedari dari kahyangan ke dunia, Sukasranalah yang memenuhi permintaan raja tersebut, demi kakaknya. Namun setelah Sumantri diterima pengabdiannya, lantaran pemenuhan tugas tadi, lagi-lagi Sumantri meninggalkan adiknya.
Pada saat lain, ketika Sukasrana mencari kakaknya, ia tersesat masuk ke dalam taman. Gegerlah para puteri di taman itu demi melihat Sukasrana yang jelek itu. Dan Sumantrilah yang diminta para puteri untuk mengusirnya. Dengan berbagai bujukan dan kata-kata manis Sumantri minta adiknya meninggalkan tempat tersebut. Namun Sukasrana menolaknya. Karena marah, Sumantri mengambil panahnya dan pura-pura membidik adiknya agar takut. Tetapi apa lacur, anak panah meleset dan langsung mengenai Sukasrana sehingga meninggal seketika. Namun sebelum ajal menjemputnya, Sukasrana sempat meninggalkan satu pesan, bahwa ia akan selalu menunggu kakaknya yang dicintai itu, dan sekaligus mengingatkan bahwa ia akan menjemput kakaknya kalau nanti sudah terbunuh oleh seorang raksasa.
Dari apa yang dikemukakan di atas, barangkali sudah mulai bisa dimengerti bahwa harapan mengacu kepada keinginan atau kebutuhan seseorang yang mempunyai harapan itu sendiri. Dan dari apa yang diilustrasikan di atas, tampak juga bahwa keinginan atau kebutuhan seseorang bisa berupa sesuatu yang lahiriah, seperti kebutuhan uang untuk kasus Sumirah, atau bisa pula berupa sesuatu yang bersifat batiniah, seperti kemenangan Ellias Pical atas lawan bertinjunya.
Tentang keinginan dan kebutuhan manusia ini, sudah banyak ahli yang mengupasnya. Salah satu pendapat mengatakan bahwa keinginan itu tidak lain merupakan bentuk lain dari kehendak manusia yang begitu kuat. Tegasnya, harapan yang sangat mendalam akan menimbulkan apa yang disebut keinginan. Dan apabila keinginan ini terus saja berkembang dengan kuatnya, maka ia akan menumbuhkan perasaan yang kuat dan mendalam yang biasa disebut emosi. Itulah mengapa kadang-kadang harapan seseorang sekaligus bisa mempengaruhi emosi yang bersangkutan.
Kesadaran seseorang tidaklah semata-mata ditimbulkan oleh pengetahuannya, namun dalam satu dan lain hal instink atau naluri seseorang ikut pula mengendalikannya. Dalam pandangan banyak ahli psikologi, dorongan naluri semacam itu hanyalah salah satu dari dorongan naluri yang bisa berkembang dalam diri setiap manusia. Di luar itu masih banyak lagi dorongan naluri yang bisa berkembang dalam diri setiap manusia. Di luar itu masih banyak lagi dorongan naluri seperti: dorongan untuk mempertahankan hidup, dorongan sex, dorongan untuk mencari makan, dorongan untuk bergaul dengan sesamanya, dorongan untuk berbakti, dorongan untuk meniru, dan ada juga dorongan untuk menikmati keindahan.
Mengutip pandangan A.F.C. Wallace dalam bukunya Culture and Personality, Mas Aboe Dhari menegaskan bahwa kebutuhan merupakan salah satu isi pokok dari unsur kepribadian yang merupakan sasaran dari kehendak, harapan, keinginan, dan emosi seseorang. Kebutuhan tersebut bisa saja positif, dalam arti kebutuhan tersebut dapat dipenuhi secara memuaskan dan bisa pula menjadi negatif apabila kebutuhan tersebut tidak bisa dipenuhi atau tidak memuaskan.
Selain itu, dari berbagai kemungkinan kebutuhan manusia, bisa kita kelompokkan ke dalam tiga kebutuhan pokok yaitu: kebutuhan organik individu, kebutuhan psikologis individu, serta kebutuhan organik dan psikologi sesama manusia. Sekali lagi, masing-masing kelompok kebutuhan tersebut bisa saja positif atau bahkan negatif.
Khusus mengenai kebutuhan individu dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kebutuhan organik individu:
a. Kebutuhan organik individu bernilai positif :
a) Makan dan minum
b) Istirahat dan tidur
c) Sex
d) Keseimbangan suhu
e) Buang hajat
f) Bernapas
b. Kebutuhan organik individu bernilai negatif.
a) Makan dan minum tidak lezat
b) Istirahat dan tidur terganggu
c) Kegagalan sex
d) Ketidak-seimbangan suhu
e) Kesulitan buang hajat
f) Bernapas sesak.

2. Kebutuhan psikologi individu:
a. Kebutuhan psikologi individu bernilai positif :
a) Pengendoran ketegangan dan bersantai
b) Kemesraan dan cinta
c) Kepuasan altruistic: kesempatan berbuat baik
d) Kepuasan ego
e) Kehormatan
f) Kepuasan dan kebanggaan mencapai tujuan.

2.6 Meraih Cita-cita dan Harapan
Cita-cita ideal senantiasa menjadi suluh dalam diri. Cita-cita selalu memicu dan memacu seseorang untuk berbuat yang lebih baik dan lebih baik lagi. Namun, kerap kali cita-cita malah menjerumuskan seseorang ke dalam kehidupan yang tiada arah dan keadaan yang tiada menentu. Kita pun sering terlena dengan cita-cita yang digantungkan ‘di langit’ sehingga memaksa kita untuk senantiasa menengadah terus tanpa menyadari pada apa dan dimana kaki kita berpijak.
Pentingnya cita-cita secara filosofis, kehidupan sendiri bermakna keinginan dan cita-cita. Seseorang yang tidak memiliki keinginan dan cita-cita secara maknawi telah meninggal walaupun secara fisik masih berjuntrung. Mungkin, seperti pepatah yang sarkastis “keberadaanya seperti ketiadaannya”. Kehidupan orang yang tidak bercita-cita adalah kematian sebelum waktunya. Sebaliknya, kematian bagi seseorang yang kuat cita-citanya adalah kehidupan yang sesungguhnya. Di pihak lain, secara psikologis, seseorang yang memiliki keinginan dan cita-cita, dalam kesehariannya pasti lebih bersemangat dan bergairah serta selalu mencari celah untuk mendekatkan dirinya pada cita-cita tersebut sehingga hidupnya begitu dinamis dan charming. Maka, tidak salah, untuk mempertahankan hidup, yang harus dipelihara adalah keinginan dan cita-cita.
Secara sederhana, kita harus terus memelihara bahkan mentahajudkan atau memperkuat cita-cita. Inilah langkah awal untuk memberi artikulasi pada kehidupan, berapa lama pun sisa umur kita. Bahkan, Rasulullah saw mengisyaratkan, walaupun kiamat akan terjadi esok hari-baik kiamat kecil yaitu datangnya maut maupun kiamat besar yaitu hancurnya alam semesta-kita tetap harus berpikir dan bertindak produktif. Isyarat sang Rasul mulia ini menegaskan bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanya merupakan rangkaian awal yang akan memberi dampak nyata pada kehidupan selanjutnya sehingga tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada walaupun seper sekian detik yang tersisa. Dari pemahaman itulah akan lahir cita-cita yang diusung untuk menjadikan hidup lebih bermakna. Untuk keseluruhan rangkaian kehidupan yang akan terus berjalan di dunia dan di akhirat kelak tentu cita-cita yang diusul harus lah cita-cita yang memiliki efek panjang terhadap nasib perjalanan sang diri ini hingga menghadap Allah azza wajjala. Kualitas cita-cita menentukan kualitas hidup kita tidak salah memang kita memiliki cita-cita apapun, asal baik tentunya ingin menjadi orang kaya, ingin menjadi ilmuan, ingin menjadi ulama, atau ingin menjadi seorang yang berguna bagi bangsa dan negara, boleh-boleh saja, karena pasti cita-cita tersebut akan menjadi pemicu semangat. Hal lain yang menjadi penentu kualitas cita-cita adalah aspek dimensi kehidupan dunia akhirat. Seseorang yang bercita-cita untuk kesuksesan dunia saja tentu berbeda kualitasnya dengan yang bercita-cita untuk kesuksesan dunia dan akhirat. Perbedaan-perbedaan tersebut akan tampak jelas mulai dari strategi dan teknik menggapi cita-cita hingga perilaku ketika cita-cita tersebut sudah diraih. Lantas, cita-cita apa yang harus kita tanamkan terus? Secara sederhana namun ideal, kalau merujuk kepada janji-janji kita setiap hari sebagai seorang muslim, cita-cita harus selaras dengan ‘sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan bahkan matiku untuk Allah Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini’! Inilah cita-cita yang harus terus diusung, bahwa kehidupan kita akan berarti manakala ada dalam rel ibadah dan perjuangan untuk mengajak orang lain agar mengagungkan Allah hingga umat manusia tunduk kepada kekuasaan dan keadilannya.
Hidup selalu mengalami perguliran layaknya sebuah roda bundar kadang di atas dan kadang di bawah; kadang ada dalam kemenangan namun tidak menutup kemungkinan ada dalam kekalahan, kadang dalam fix performance, namun tidak aneh jika down under dalam demotivasi dan kesedihan. Itulah dinamika hidup sahabat, yang penting ketika masalah muncul kamu, saya dan kita semua tidak terbuai dengan suasana down under tersebut, palingkan kepada setiap orang dan naudzubillah bahkan menghilangkan semangat ibadah.
Semangat dapat hidup dengan melakukan hal-hal yang dapat menghidupkan semangat, seperti:
1. Buatlah tulisan yang besar dan mudah dibaca, kemudian simpanlah di tempat strategis di sekeliling kita, supaya kita dapat membaca tulisan tersebut. Isi tulisan ini adalah komitmen diri untuk meraih kesuksesan dalam hidup kita.
2. Carilah pasangan yang bisa menjadi sahabat sejati. Dia akan menjadi teman yang mengingatkan kala kita lupa dan akan menjadi teman yang memberikan motivasi kala semangat sedang turun. Bagi kamu yang sudah menikah, berbahagialah karena istri kamu atau suami kamu menjadi sahabat sejati, jadikan dia sebagai partner dalam menjalankan visi dan misi hidup. Carilah teman yang kira-kira bisa diajak berteman dan bersinergi, teman sekelas, teman sekampus, teman sekerja dan sebagainya. Penyusun percaya semuanya akan menemukan teman yang cocok. Indah sekali persahabatan yang dibumbui dengan saling mengingatkan dan saling menasehati. Jika kita sedang sedih dia bisa menghibur, dan jika kita sedang gembira dia akan mengingatkan, supaya kegembiraan itu tidak membuat kita lupa diri.
3. Merenung sejenak, adakalanya manusia menemui kejenuhan, baik kejenuhan fisik maupun kejenuhan pikiran. Jika hal ini terjadi, kita harus merelakan waktu kita sejenak untuk merenungkan apa yang sudah dilakukan dengan apa yang akan dilakukan dengan sedikit waktu saja, cukup untuk menyegarkan fisik dan pikiran kita, dan tentunya semangat berkarya akan kembali bergelora dalam jiwa kita.
4. Membaca buku kesuksesan para tokoh terkemuka. Luar biasa hasilnya, jika kita diupgrade terus bacaan tentang orang-orang sukses. Biasanya buku jenis ini adalah biografi atau autobiografi. Agar kita tidak malas membacanya, kita tulis inti atau motto orang-orang sukses. Sempatkan untuk membaca secara utuh buku tersebut, tulislah pokok-pokok pemikirannya, tuangkan dalam buku saku yang mudah dibawa dan dibaca, dan kalau memungkinkan, tulis dan buat poster. Insya Allah setiap semangat kita menurun, dengan melihat dan membaca motto tersebut, semangat akan terus bergelora.
5. Berserilah selalu, ingatlah, bahwa kita hidup di tengah masyarakat yang sangat mempengaruhi segala sikap dan tindakan kita. Demikian pula, jika sikap kita menyenangkan, maka kita akan menjadi penyejuk dan motivator bagi yang lainnya.
6. Terbiasalah dengan sikap positif atau berpikir positif. Setiap masalah yang selalu ada dan acap kali membuat kita demotivasi, namun salah satu sebabnya adalah terkadang kita tidak siap dengan masalah itu, sudah terlanjur berpikir lain-lain, su-udzan bahkan berspekulasi dengan pemikiran yang tidak seharusnya dilakukan.

Tips untuk menggapai cita-cita
1. Ketahuilah apa bakat yang kita miliki.
Bagaimana cara mengetahui bakat kita, keinginan kita, cukup dengan dengarkan kata hati. Selain itu perhatikan juga mimpi dan pikiran yang spontan yang keluar saat kita tidak mengerjakan apa-apa (melamun).
2. Jangan terjebak apriori.
3. Tahu cara memilih.
4. Bersikap terbuka.
5. Punya keyakinan.
6. Berhenti menyalahkan diri sendiri.
7. Berani ambil resiko.

Beberapa petunjuk dalam menggapai cita-cita:
1. Carilah rezeki di sisi Allah, karena Allah-lah yang menciptakan manusia dan Allah-lah yang memberi rezeki kepada mereka.
2. Beribadahlah kepada Allah.
3. Bersyukurlah kepada-Nya.

Problema remaja dalam meraih cita-cita :
Kelahiran kita di dunia ini memiliki sebuah tahap-tahap keberhasilan, mulai dari kecil sampai detik ini kita masih dalam tahap-tahap tersebut. Sebagai remaja yang masih panjang perjalanan hidupnya kita harus menanggapinya dengan sabar, optimis, dan masalah-masalah pun harus teratasi. Kita semua pasti memiliki sebuah cita-cita yang ingin kita wujudkan dan untuk mewujudkannya, itu semua butuh proses dan kesiapan yang besar. Maka dari itu kita harus memiliki pendidikan dan kebudayaan.
Untuk menjalani sebuah cita-cita pasti ada problematikanya yang sangat membebani, yaitu:
1. Ketidakmatangan intelektual dan emosional.
2. Tidak mampu berprestasi dan membanggakan prestasi orang tua.
3. Solidaritas terlalu berlebihan.
4. Lebih mengandalkan otot daripada akal
Maka dari itu untuk melewati beban ini kita harus bisa mengatasinya dengan baik. Langkah-langkah dalam mengatasi hambatan yaitu:
1. Berdoalah kepada Allah lalu tulislah tujuan kita secara terperinci.
2. Tulislah kesenjangan antara tujuan dan keadaan hambatan.
3. Tulislah perencanaan apa yang bisa kita lakukan.
4. Jalan keluar untuk mengatasi kesenjangan hambatan keadaan yang berkaitan waktu, jadwal, dan tindakan.
5. Pilih solusi terbaik yang sesuai dan nyaman dalam membuat tindakan menuju cita-cita dan kesuksesan.
Maka dari itu kita harus memperhatikan pendidikan, kebudayaan, dan cara kita mengatasi masalah dalam meraih cita-cita.

2.7 Menanggulangi Kegagalan dalam Meraih Cita-cita dan Harapan
Dalam meraih cita-cita dan harapan, tentunya tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dan keadaan dimana kita tidak dapat meraih apa yang kita cita-citakan dan kita harapkan, maka hal ini dapat disebut dengan kegagalan. Dan orang yang gagal, cenderung merasa cemas.
Padahal, jika rasa cemas selalu diikuti oleh pemecahan masalah maka asosiasi yang kuat akan terjadi.
Mudah-mudahan, setelah cukup berlatih pemecahan masalah akan terjadi dengan sendirinya. Rasa cemas tidak lagi diikuti rasa cemas yang lebih besar melainkan mulai diikuti dengan tahap pertama pemecahan masalah tanpa banyak upaya mental. Setelah beberapa bulan, asosiasi yang ada antara rasa cemas dan ketegangan akan lenyap dan digantikan dengan asosiasi yang jauh lebih berguna antara rasa cemas dan pemecahan masalah, dengan kata lain kita berhasil menghilangkan kebiasaan yang buruk dan menggantikannya dengan yang baik.
a. Pikiran Negatif
Kita telah mengetahui bahwa kaum pencemas cenderung melihat segala hal dari segi negatif. Rasa cemas membuat orang berpikir negatif atau berpikiran negatif membuat orang merasa cemas. Jika kita selalu merasa cemas akan adanya hasil yang buruk maka masa yang akan datang selalu akan tampak muram. Jika merasa tidak ada hal positif yang dapat diharapkan, kita merasa sulit untuk berpikir secara positif tentang diri kita sendiri.
b. Pikiran Negatif dan Pemecahan Masalahnya
Gaya berpikir negatif dapat merupakan suatu penghambat ketika kita berusaha mempelajari suatu keterampilan yang baru. Kita harus belajar dari kesalahan dalam upaya memecahkan masalah untuk pertama kali. Jika kita menganggap upaya awal ini sebagai “kegagalan” maka akan lebih mdah menyerah. Tentu saja, “kegagalan” dapat merupakan kekecewaan yang mendalam. Namun, jika kita terlalu cepat putus asa, kita tidak memberi kesempatan untuk meningkatkan keterampilan. Kita kerapkali berlatih. Buatlah garis pemisah antara yang jelas dalam pikiran kita antara langkah mundur dan kegagalan. Jika kita belum dapat memecahkan suatu masalah tertentu apakah pada tempatnya dan jika kita menganggap usaha kita itu “gagal” jauh lebih bermanfaat untuk melihat kesulitan awal sebagai “langkah mundur sementara” maka kita mungkin lebih mudah berusaha lagi. Kata melangkah mundur jauh lebih positif daripada kata kegagalan. Setelah melangkah mundur kita mungkin menemukan bahwa strategi penanggulangan yang kita pilih selanjutnya akan lebih berhasil.
c. Pikiran Hitam dan Putih
Seorang pemikir hitam dan putih melihat segala sesuatu dari segi “semua atau tidak sama sekali”. Sesuatu harus baik atau buruk secara total. Pemecahan masalah harus dicapai memenuhi tolak ukur yang tinggi. Kalau tidak hal ini tidak ada artinya. Pemecahan masalah mungkin tidak memecahkan seluruh masalah kita, melainkan mungkin lebih mendekatkan kita pada penyelesaian masalah. Jika kita menolak pemecahan masalah karena hasilnya tidak segera tampak, maka kita mungkin gagal melihat bagaimana penanganan masalah kita. Dan sesungguhnya tidak mendekatkan kita pada kehidupan yang kurang dipenuhi rasa cemas.
Jika kita cenderung berpikir hitam dan putih. Ingatlah untuk melawan diri sendiri. Apakah jenis pikiran negatif ini benar? Jika tidak dapat memecahkan masalah secara sempurna, apakah berarti tidak ada manfaat lain? Maka sebaliknya memecahkan masalah secara bertahap.
d. Kesimpulan Umum
Penyimpulan umum adalah mengambil keputusan secara pukul rata berdasarkan satu peristiwa. Seringkali kita melakukannya dengan membuat hubungan yang salah. Jika kita memperkirakan telah mengambil kesimpulan secara umum, kita harus bersiap-siap untuk melawan pikiran kita. Pemecahan masalah tidak berhasil sebaik yang saya perkirakan. Mungkin saya harus santai dan mencobanya lagi kelak.
e. Menyalahkan Diri Sendiri
Bila sesuatu berjalan tidak semestinya seringkali kita menyalahkan diri sendiri. Mungkin hal ini terjadi karena mudah dilakukan. Manusia selalu berusaha mencari sebab mengapa hal demikian terjadi. Jika sesuatu berjalan tidak semestinya dan tidak ada alasan yang kuat, maka kita akan mencari seseorang untuk dijadikan kambing hitam. Jika tidak ada yang dapat disalahkan, seringkali kita menyalahkan diri sendiri.
Jika kita tidak dapat memecahkan masalah kegagalan kita secara efisien, janganlah mengambil kesimpulan bahwa kita selalu malas atau lalai. Namun, evaluasi demikian mungkin tidak benar. Jika kita seorang pemikir negatif, jauh lebih mungkin jika kita menyalahkan diri karena telah melangkah mundur, sebab itulah yang biasa kita lakukan.
Jika kita merasa bahwa kita bukan seorang pemecah masalah yang berhasil, cobalah cari penyebabnya. Mungkin kita kurang berusaha dengan sungguh-sungguh, namun kurangnya komitmen ini mungkin disebabkan masalah lain. Pemecahan masalah melibatkan sejumlah keterampilan.
Jika kita kadang-kadang melakukan kesalahan dalam meraih cita-cita dan harapan, berarti kita perlu lebih banyak berlatih. Hilangkan kebiasaan memaki diri sendiri dengan kata-kata “bodoh” atau “goblog”, menghargai diri sendiri sangatlah penting dalam hal ini.
f. Meramalkan Masa yang akan Datang
Sepanjang waktu kita sering membuat ramalan, meskipn kita mungkin tidak menganggapnya sebagai ramalan. Jika kita seorang pemikir negatif, maka kebanyakan ramalan lebih menyukai hasil yang negatif. Di samping itu, kita akan memiliki kecenderungan menganggap ramalan negatif ini sebagai suatu kenyataan.
Jika kita telah meramalkan bahwa “Pemecahan masalah tidak akan menghilangkan rasa cemas Anda” maka tantanglah ramalan tersebut.
Dan ”kemampuan membaca pikiran”, hal ini terjadi bilamana kita meramalkan apa yang dipikirkan orang lain dan bagaimana mereka akan berkreasi. Seperti halnya meramalkan masa yang akan datang, kita tahu bahwa beberapa hal lebih mungkin terjadi daripada yang lain. Jika kita memiliki kecenderungan memikirkan hal yang terburuk, maka cobalah selalu mencari bukti pro dan kontra ramalan kita.
g. Mengecilkan Keberhasilan
Janganlah mengecilkan keberhasilan kita. Jika kita memecahkan satu masalah, maka kita berhasil. Itu berarti kita dapat memecahkan masalah lain dan yang menyusul kemudian. Semakin banyak masalah yang kita pecahkan, semakin kurang rasa cemas kita. Kita dapat menghilangkan kebiasaan mengecilkan keberhasilan kita dengan menghargai diri kita sendiri.
Dari uraian sebelumnya, sudah saatnya kita mulai menyusun rencana untuk setiap hal dalam hidup kita. Manusia hidup tanpa rencana ibarat sebuah air yang terkadang memaksanya jatuh ke jurang yanga dalam. Saatnya merencanakan hidup kita, karena setiap makhluk berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Jangan biarkan diri kita menjadi manusia-manusia tanpa kompas yang terombang-ambing di tengan lautan. Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar